Angin
sepoi-sepoi di sore hari ini seakan menghembuskan nafasnya hanya padaku. Aku
duduk bersandar di bawah pohon beringin yang sangat besar. Di hadapanku rumput
sedang asyik menari-nari tanpa peduli bahwa ada aku yang sedang
memperhartikannya. Aku sangat sering ke sini hanya untuk duduk menikmati sore
yang indah. Namun, sore ini terasa berbeda. Matahari sore ini terlihat lebih
indah dari hari-hari sebelumnya. Aku tersenyum sendiri dibawah pohon ini
membayangkan wajah seseorang. Entahlah apa yang sedang kurasakan, yang pasti
hati ini tak karuan ketika membayangkan wajahnya.
Tiba-tiba
kudengar suara langkah sepatu berbunyi dari arah kiri. Kupalingkan wajahku ke
arah kiri untuk melihat siapa yang sedang berjalan. Jantung ini tiba-tiba
berdegup kencang ketika dia semakin dekat. Aku tahu wanita itu masih
samar-samar mengenalku jadi dia hanya melemparkan senyum dan menganggukkan
kepala. Akupun membalas dengan sedikit senyuman seakan tidak terjadi apa-apa di
dalam jantung ini. Wanita itu berjalan terus menjauh dari pandanganku. Aku
kembali tersenyum sambil membayangkan senyumannya yang indah tadi. Ya, itulah
yang terjadi padaku dan alasan kenapa sore ini berbeda dari sore-soreku
sebelumnya.
Matahari
sudah mulai menenggelamkan dirinya, langitpun juga sudah mulai mewarnai dirinya
dengan warna gelap, hari sudah mulai malam. Tidak tahu berapa lama aku berada
di situ yang pasti dari tadi kuhabiskan waktu untuk berdiam diri disini
membayangkan wajah seseorang. Akupun kembali ke rumah agar tidak dimarahi
ibuku. “Ibu.. aku pulang” aku berteriak memberitahu orang rumah bahwa aku sudah
sampai di rumah. “Naufal, darimana saja kamu jam segini baru pulang? cepat
mandi sana terus makan malam sudah siap di meja ya” sahut ibuku dari dapur.
“Iya bu” hanya itu yang kujawab, aku tidak mau menjawab aku darimana. Untungnya
ibuku tidak menanyakan ulang aku darimana. Aku bergegas mandi kemudian makan
malam bersama keluargaku. Sepanjang aktivitas tadi aku masih mengingat
senyumannya yang begitu manis. Malam ini aku selalu dibayangi senyumannya,
hingga ketika belajarpun aku masih teringat wajahnya dan membuatku jadi
senyum-senyum sendiri ketika belajar. Jam sudah menunjukkan pukul 22.08, karena
sudah larut malam akupun merebahkan diri di kasurku yang empuk dan memejamkan
mata untuk terlelap dalam alam mimpi.
Keesokan
harinya aku kembali ke sekolah kebangganku. SMA 28 adalah satu-satunya SMA
Negeri di desaku dan memang satu-satunya SMA di desaku. “Teng…” bel berbunyi
dengan keras menandakan seluruh murid untuk masuk ke kelasnya masing-masing.
Aku pun duduk di kursiku. Kulihat seorang wanita tidak terlalu pendek, dengan
warna kulit kuning langsat memasuki kelas. Ya, dia adalah Della, anak perempuan
yang baru kemarin masuk di SMA ku. Dia yang membuat hariku kemarin berubah.
Diapun duduk di kursi yang dari dulu kosong yaitu di depanku. Aku sangat
bahagia ketika guru menunjuk untuk duduk di depanku kemarin.
Sambil
menunggu guru datang aku mengambil buku dan alat tulis dan meletakkannya di
atas meja. Kulihat Della sedang sibuk merogoh tasnya, aku tidak tahu dia sedang
mencari apa. Namun, tiba-tiba dia menoleh ke belakang dan bertanya padaku “Kamu
ada pulpen lebih ga? Aku pinjem dong.. “. Baru pertama kali ini aku melihat dia
ngomong, setelah dari hari kemarin dia habiskan untuk diam di kelas. Dengan
sigap aku mencari pulpen, kurogoh tasku dengan cepat dan ternyata dewi fortuna
berpihak padaku. Aku memang selalu membawa dua pulpen, berjaga-jaga kalau
pulpen yang kupakai tiba-tiba habis tintanya. Kemudian, pulpen ini kupinjamkan
kepadanya. “Pinjem dulu ya, nanti kubalikin.. ” ucapnya sambil tersenyum.
Jantung ini kembali berdegup kencang ketika melihat senyumannya yang indah.
Akupun kembali membalas senyumannya seraya berkata “Oke”, seakan kembali
berusaha bertingkah bahwa tidak terjadi apa-apa di jantung ini.
Aku
tidak bisa melupakan wajahnya. Rambut panjang terurai, bola matanya yang
berwarna coklat, tahi lalat didekat alisnya membuatku semakin tak bisa
melupakannya. Aku tahu ini hanya cinta-cintaan anak SMA yang mungkin bisa
dibilang cinta monyet, mungkin aku hanya sekadar menyukainya tidak lebih.
Sepanjang pelajaran aku tidak bisa konsentrasi pada pelajaran. Fokusku hanya
tertuju pada dia, walaupun hanya rambut dan punggungnya saja yang bisa kulihat.
“teng.. teng…” bel istirahat pertama berbunyi. Tidak terasa sudah memasuki
istirahat pertama. “Ehh.. nanti pulang ya aku balikin pulpennya” tiba-tiba dia
menghadap belakang. “Hahhh..” aku agak sedikit terkejut “Apa?” tanyaku tanda
aku tidak dengar apa yang dia katakan tadi. “Ini nanti aku balikin pulpennya
pas pulang sekolah ya..? hehe” katanya sambil sedikit tertawa. Kali ini jantungku
sudah mulai bisa mengontrol detaknya sendiri, mungkin karena sudah terbiasa.
Namun, aku masih gugup ketika berbicara dengannya. “Hmm.. ohh.. iya gapapa kok
pinjem aja dulu” jawabku gugup karena aku terdiam sejenak sebelum menjawab
pertanyaannya. Untungnya dia tidak sadar aku bersikap aneh.
“teng…
teng…” bel tanda selesai istirahat berbunyi. Akupun berjalan kembali ke kelas
setelah jajan dari kantin.
Kulihat
dari jauh Della sedang asyik menulis sesuatu di bukunya menggunakan pulpen yang
kupinjamkan. Akupun berjalan melewatinya berusaha melihat apa yang ditulisnya,
ternyata tertutup oleh rambutnya. Akupun duduk di kursiku dengan malas, karena
setelah ini merupakan pelajaran yang tak kusukai yaitu fisika.
“teng.. teng.. teng..”
akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa membereskan bukunya bersiap
pulang ke rumahnya masing. Jam menunjukkan pukul 15.31 yang berarti jam pulang
sekolah untuk SMA ku. Hampir setiap hari aku pulang sampai sore karena ada
program bimbingan belajar tambahan untuk kelas 12 sebagai persiapan UN dari
pihak sekolah.
Akupun
memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas. “Naufal.. nih aku balikin
pulpennya, makasih ya” ucap Della. Aku saja sudah lupa kalau pulpenku dipinjam
Della. “Ohh.. iya iya sama-sama Della” aku menjawab Della. “Ngomong-ngomong kok
kamu tau namaku?” aku bingung dia tahu darimana namaku. “Yaiyalah fal, itu kan
ada nama kamu di baju hehe..” Della tertawa kecil. “Ya ampun iya juga ya
hahaha..” akupun membalas juga dengan tertawa. Kemudian dari sini Della memulai
pembicaraan.
“Ohh
iya ngomong-ngomong yang kemarin duduk di bawah pohon itu kamu kan?” Tanya
Della.
“Iya
itu kemarin aku.” Jawabku.
“Maaf
ya kemarin nggak negur, soalnya aku kemarin belum tau nama kamu hehe.. jadi aku
cuma bisa senyum aja” Obrolan kami semakin asyik.
“Iya
gak apa apa kok. Ngomong-ngomong kamu kemarin mau kemana?” aku memulai
pertanyaan lagi
“Ohh
itu aku mau pulang, rumahku nggak jauh dari situ kok” Della menjawab
“Memang
rumah kamu yang mana?” tanyaku bingung.
“Yang
pagar warna putih itu, kalau ngga salah yang pagar putih cuma rumahku aja”
jawab Della dengan serius
“Ohh
kamu baru pindah ke sini ya? Soalnya seingatku rumah itu udah lama kosong”
tanyaku penasaran.
“Iya
fal, itu rumah omku, keluarga aku baru saja pindah sekitar 5 hari yang lalu
karena papaku ditugaskan di desa ini” ujar Della
“Ohh
begitu” jawabku sambil mengangguk
“Kalo rumah kamu dimana fal?” Della menanya balik
“Rumahku agak jauh lagi sih, dari rumah kamu lurus aja
ntar belok kiri kalo ketemu pertigaan, nah abis ketemu perempatan belok kanan
lurus aja sampe mentok pertigaan belok kiri, nggak jauh dari situ ada rumah
warna biru itu, nah itu rumahku” aku menjawab dengan panjang.
“Jauh juga ya.” Della mengangguk walaupun aku tahu Della
agak sedikit bingung mendengarnya.
“Iya memang agak jauh hehe..” jawabku mengiyakan
“Yaudah fal aku pulang duluan ya, pacarku udah nungguin
nih di depan gerbang sekolah” ketika Della mengatakan itu, hatiku tiba-tiba
seperti di tusuk 1000 buah pisau. Aku terdiam sejenak, tidak tahu mau berkata apa.
Wanita yang kukagumi ternyata sudah mempunyai pacar kataku dalam hati. “Fal..
Naufal..?” Panggil Della menyadarkanku. Akupun sontak terkejut “Ohh.. iya
Della, apa tadi kamu bilang?” aku menanyakan ulang memastikan bahwa telingaku
masih bekerja dengan baik atau tidak. “Ya ampun Naufal kamu melamun ya?
Hahaha.. aku bilang tadi aku mau pulang duluan ya, pacarku udah nungguin
soalnya” Della mengulangi kata-katanya. “Ohh maaf hehe.. tadi aku kebelet pipis
jadi ngga konsentrasi” jawabku bohong. “Ya ampun Naufal haha.. yaudah kamu ke
toilet dulu sana”. “Daa, Naufal” teriak Della sambil melambaikan tangannya
berjalan keluar kelas. “Oke.. hati-hati Della” aku membalas salam Della biasa
saja, seakan di dalam hati tidak terjadi apa-apa.
Ya, begitulah kisahku selama dua hari yang tak bisa
kulupakan. Sedih dan bahagia campur aduk menjadi satu. Walaupun masih ada
sedikit rasa yang terpendam terhadap Della, aku berusaha biasa saja saat
bertemu dengannya. Bahkan, sampai saat kelulusan kudengar Della masih dengan
pacarnya. Kuharap kita bisa bersama Della, suatu saat nanti.
0 komentar:
Posting Komentar