Bulan April 1971
Melak adalah sebuah desa terpencil
di Kalimantan Timur. Desa yang sangat jauh dari pusat kota. Di desa inilah
seorang bayi perempuan yang cantik terlahir ke dunia. Bayi perempuan ini lahir
secara normal tepat pada hari Senin, tanggal 5 April 1971 dan diberi nama
Halmayati oleh kedua orangtuanya. Nama yang telah diberikan orangtuanya sebenarnya
tidak memiliki arti. Maklum, orangtua jaman dulu tidak pernah memikirkan pentingnya
arti sebuah nama. Yang penting anaknya bisa dipanggil dan diingat oleh mereka. Ia
lahir dari rahim seorang ibu yang asli keturunan suku Dayak Tunjung bernama
Elisabeth dan ayahnya juga yang merupakan seorang kepala adat suku Dayak Tunjung
di desa tersebut bernama Kornelius atau biasa dipanggil Pak Tempo oleh warga
sekitar.
Walaupun dilahirkan dengan nama Halmayati, ia sering
dipanggil dengan nama panggilan Dawam oleh keluarganya. Semua anggota keluarga
pasangan suami istri Kornelius dan Elisabeth ini pasti memiliki nama panggilan
khusus dan sangat berbeda dari nama asli bahkan kedua suami istri juga memiliki
nama panggilan sendiri. Untuk istrinya kadang dipanggil Ibu Asih oleh warga
sekitar. Ini disebabkan orangtua di kampung jaman dulu sering lupa nama anaknya
sendiri karena mempunyai anak yang banyak, sehingga terkadang harus memanggil
dengan nama panggilan yang mudah diingat. Selain itu, nama panggilan yang
sangat berbeda jauh dari nama asli juga disebabkan oleh adat yang turun temurun
dari suku Dayak Tunjung.
Masa kecil Halmayati
Halmayati adalah anak terakhir atau
anak bungsu dari 10 bersaudara. Ia mempunyai empat saudara laki-laki dan lima
saudara perempuan. Keempat Saudara laki-lakinya bernama Safarudin, Partai Ishaq,
Yohanes Budi, dan Junaidi. Kemudian, kelima saudara perempuannya bernama
Yuliana, Sunarti, Maryati, Beti, dan Nuning Kuswani.
Sejak kecil Halmayati terlihat hidup
seperti anak kecil kebanyakan. Bermain bersama teman-temannnya. Namun,
kehidupannya tidak sebahagia anak-anak lain. Kedua orangtuanya sangat disiplin,
sehingga ketika orangtuanya menyuruhnya untuk pulang ia harus pulang.
Orangtuanya juga sangat sibuk bekerja sehingga tidak pernah bermain bersama
anaknya. Seringkali Halmayati diam-diam keluar rumah untuk dapat bermain
bersama teman-temannya. Pernah suatu hari Halmayati kecil ketahuan oleh ayahnya
diam-diam main tanpa ijin, sehingga Halmayati harus mendapatkan hukuman tidak
boleh keluar rumah selama dua hari. Kedua orangtuanya tidak pilih kasih dalam
mengajar 10 orang anaknya termasuk Halmayati. Walaupun anak paling bungsu,
Halmayati tidak pernah dimanja. Didikan orangtuanya memang sangat disiplin, tetapi
orangtuanya tidak pernah memakai kekerasan dalam mengajar anak-anaknya untuk
disiplin. Hanya hukuman-hukuman kecil yang bisa membuat anak-anaknya jera.
Hidup di desa membuat Halmayati
harus bekerja sejak kecil. Ia harus membantu orangtuanya untuk meringankan
beban mereka. Karena waktu itu ia masih kecil, jadi ia hanya sebatas membantu memberi
pakan ternak milik kedua orangtuanya setiap hari. Sementara saudara-saudarnya
yang lain harus bekerja menoreh pohon karet di hutan, memancing di sungai, atau
berjualan di pasar. Orangtuanya memiliki ternak yang banyak sekali, seperti
babi hutan, ayam kampung, dan bebek. kedua orangtuanya hanya bekerja sebagai
petani sehingga cukup sulit menghidupi ke 10 anaknya. Selain itu kedua
orangtuanya juga tidak pernah mengenyam pendidikan sehingga tidak peduli dengan
pendidikan anak-anaknya.
Selain itu, Halmayati kecil juga
merupakan seseorang yang taat beribadah. Sejak kecil ia sering pergi ke gereja
untuk sekolah minggu di gereja dekat rumahnya. Teman-temannya membawanya
menjadi anak yang taat dengan Tuhan. Gereja Kemah Injil Indonesia Melak adalah
tempatnya beribadah. Namun ada satu hal yang mengganjalnya, yaitu ayahnya
selalu melarangnya. Ayahnya tidak mengijinkannya pergi ke gereja, karena
Halmayati harus selalu membantu pekerjaan orangtuanya. Ayahnya yang saat itu
merupakan kepala adat yang sangat kuat dengan ilmu hitam tidak percaya dengan
adanya Tuhan sehingga melarang anaknya untuk beribadah. Tetapi Halmayati tetap
kuat dalam pendiriannya. Untuk tetap bisa beribadah dirinya terkadang harus
berbohong kepada ayahnya, misalnya ia minta ijin untuk bermain bersama teman
padahal ia pergi ke gereja. Hal ini terkadang terus dilakukannya setiap minggu
untuk tetap bisa beribadah.
Keluarga baru Halmayati
Saat umurnya menginjak 5 tahun, Halmayati
berpikir tidak ingin mempunyai nasib yang sama dengan kedua orangtuanya. Ia berusaha
ingin mendapatkan pendidikan. Dia meminta kedua orangtuanya untuk bisa sekolah.
Kedua orangtuanya menolak karena tidak bisa membiayainya bila harus sekolah. Saudara-saudaranya
yang sekolah hanya beberapa sisanya memilih untuk bekerja. Melihat kakaknya,
Nuning yang saat itu bisa sekolah, Halmayati menjadi iri dan ingin bisa seperti
kakaknya. Orangtuanya mau menyekolahkannya, tapi tidak bisa bila harus
membiayainya. Akhirnya karena Halmayati memaksa, kedua orangtuanya mencari
jalan keluar untuk Halmayati bisa sekolah. Ayahnya mempunyai saudara jauh yang menginginkan
anak karena saudaranya ini sampai sekarang belum dikaruniai buah hati. Ayahnya
menitipkan Halmayati kepada saudara jauhnya untuk Halmayati dijadikan sebagai
anak angkat. Ia dan saudara ayahnya sepakat dan menerimanya dengan senang hati
karena sama-sama diuntungkan. Halmayati bisa sekolah dan Saudara ayahnya bisa
merasakan punya anak. Walaupun akan jarang bertemu dengan kedua orangtuanya,
Halmayati tetap semangat karena bisa bersekolah.
Kedua orangtua angkatnya ini masih
tinggal dalam di desa yang sama, namun jaraknya sangat jauh dengan orangtua
kandung Halmayati. Drs. Yohanes Lampung asli keturunan suku Kutai dan Runyai
yang sama-sama keturunan suku Kutai adalah orang tua angkat bagi Halmayati.
Halmayati diangkat sebagai anak pada saat umurnya menginjak 5 tahun. Walaupun
berbeda suku, Halmayati bisa beradaptasi cepat dengan keluarga barunya karena
suku Kutai dan suku Dayak Tunjung memiliki adat yang tidak berbeda jauh.
Mimpi yang terwujud
Setelah 1 tahun beradaptasi dengan
keluarga barunya, akhirnya Halmayati bisa mulai disekolahkan. Halmayati masuk
ke Sekolah Dasar di umur 7 tahun yaitu pada tahun 1977. Dia didaftarkan di
salah satu Sekolah Dasar Negeri di Melak. Sekolah Dasar Negeri 14 Melak adalah
tempat ia akan bertemu teman-teman baru dan guru yang akan mengajarkannya. Sekolah
Dasar ini merupakan satu-satunya sekolah negeri di desa ini sehingga menjadi sekolah
favorit. Letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Setiap hari ia harus berjalan
kaki untuk menuju ke sekolah karena pada saat itu untuk mendapatkan kendaraan
juga sulit. Kira-kira 10 kilometer harus ia tempuh setiap hari untuk ke
sekolah. Pada awalnya ia lelah, lama kelamaan ia menjadi terbiasa berjalan kaki
ke sekolah.
Halmayati adalah seorang anak yang sangat rajin dan
pintar di sekolahnya. Ia tidak ingin orangtuanya kecewa karena telah bersusah
payah menyekolahkan anaknya, walaupun ternyata harus dititipkan ke orang lain.
Karena alasan inilah ia memiliki semangat belajar yang tinggi. Peringkat satu
selalu diraih olehnya saat kelas satu, dua, dan tiga. Melihat prestasi yang
luar biasa dan semangat belajar yang tinggi, Halmayati diperbolehkan langsung naik
dari kelas tiga ke kelas lima atau biasa disebut akselerasi. Halmayati tidak
perlu bersusah payah belajar di kelas empat.
Pihak sekolah langsung menaikkannya ke kelas lima
karena yakin Halmayati bisa langsung menerima pelajaran dengan baik. Pihak sekolah
tidak salah menaikkannya langsung ke kelas lima karena Halmayati bisa menerima
pelajaran dengan baik dan nilai Halmayati tetap tinggi. Namun, karena pelajaran
yang begitu berat untuk anak seusianya peringkat Halmayati harus agak sedikit
menurun. Walaupun tidak pernah peringkat satu lagi, nama Halmayati masih tetap
ada di tiga besar.
Mulai malas
Karena bangga akan prestasi Halmayati, kedua orangtua
angkatnya memberi kesempatan untuk meneruskan pendidikannya. Setelah lulus dari
sekolah dasar di umur 12 tahun ia melanjutkan ke pendidikan selanjutnya yaitu
sekolah menengah pertama. Ia didaftarkan di sekolah menengah pertama negeri di
desa itu yaitu SMPN 1 Melak. Di tingkat ini prestasi Halmayati sudah tidak
seperti di Sekolah Dasar. Prestasinya bisa dibilang menurun. Karena pergaulan
ia sering bolos dan lari dari kelas.
Pernah suatu hari waktu di bangku kelas dua SMP, ia
tidak masuk sekolah. Ia mengikuti temannya untuk mencari buah-buahan di hutan.
Ia mengikuti temannya hanya ingin tahu bagaimana rasanya saat bolos sekolah.
Untungnya selama bolos ia tidak pernah diketahui oleh orangtuanya. Walaupun
bisa dibilang sering bolos, tapi prestasinya masih dibilang lumayan. Selama
tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama ia tidak pernah lagi berada di peringkat
tiga besar, namun namanya tetap berada di peringkat 10 besar. Pengaruh
pergaulan membuatnya menjadi kehilangan semangat belajar. Ia hanya belajar
kalau sedang ada ulangan dan mengerti materi dari penjelasan gurunya.
Ia lulus SMP dengan nilai yang bisa dibilang bagus. Walaupun
sering membolos dan lari dari kelas, orangtua angkatnya tidak curiga dengan
penurunan nilai yang terjadi pada anak angkatnya. Orangtua angkatnya menganggap
penurunan nilai ini masih bisa dianggap wajar. Orangtua angkatnya mengatakan
kepada dirinya agar tetap belajar, agar nilainya selalu bagus. Setelah dari SMP
ini ia sudah mulai bersiap-siap akan memasuki dunia Sekolah Lanjutan tingkat
Atas.
Semakin Malas
Halmayati lulus Sekolah Menengah Pertama pada umur 15
tahun. Di tahun 1986 ia melanjutkan pendidikannya. Walaupun mengetahui
prestasinya yang menurun, orangtua angkatnya tetap memberikan pendidikan
lanjutan bagi Halmayati. Ini disebabkan orangtua angkatnya telah berjanji akan
memberi pendidikan yang layak untuk Halmayati. Pada tahun 1986, Melak hanya
memiliki satu Sekolah Menengah Atas. Pada jaman dulu bukan Sekolah Menengah Atas
namanya, namun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Di Melak hanya mempunyai SLTA
Negeri. jaman dulu memang namanya hanya SLTA Negerti, tapi sekarang SLTA
tersebut sudah berubah menjadi SMA Negeri 1.
Di Sekolah Menengah Atas ini Halmayati menjalani
kehidupannya layaknya remaja-remaja yang baru menginjak masa pubertas pada
umumnya. Melirik-lirik pria yang disukainya. Menjalani hubungan yang dinamakan
pacaran dengan pria yang ia suka. Terhitung sudah lima kali ia berpacaran
dengan pria yang berbeda.
Pada waktu ini Halmayati sudah jarang mendapatkan
prestasi. Peringkatnya selalu naik turun, tidak stabil setiap semesternya.
Sekali lagi karena pergaulan membuatnya menjadi malas belajar. Ia ingin merasakan
dan menikmati indahnya masa SMA sehingga tidak mau dipusingkan dengan pelajaran
yang terlalu membebani.
Tiga tahun ia jalani masa SMA dengan baik dan tanpa
kendala. Walaupun tanpa prestasi, hal ini tidak membuatnya sedih. Yang ia
pentingkan sudah bisa lulus saja, ia sudah senang karena itu adalah janjinya
kepada orangtua kandungnya. Pada tahun 1989 ia lulus dari Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas. Karena rindu dengan orangtua kandungnya, dia ingin kembali ke
rumah orangtuanya untuk melihat keadaan orangtua kandungnya. Ia pun meminta
ijin ke orangtua angkatnya kalau ingin pulang ke tempat orangtua kadungnya.
Selama bersekolah Halmayati tidak pernah tau keadaan orang tuanya karena jaman
dulu tidak ada alat komunikasi satupun untuk menghunungi orangtuanya. Selain
itu, ia juga tidak memiliki kendaraan untuk melihat keadaan orangtuanya karena
jarak yang begitu jauh. Jadi, selama 11 tahun ia tidak pernah tahu keadaan
orangtuanya.
Bertemu orangtua kembali
Tahun
1989 Halmayati siap kembali ke keluarga asalnya. Setelah 11 tahun tidak bertemu
dengan orangtua kandungnya, akhirnya Halmayati diantar oleh orangtua angkatnya
kembali ke keluarga asalnya. Tanpa mengabarkan terlebih dahulu kepada orangtua
kandungnya, Halmayati kembali ke rumah orangtua kandungnya. Selama
bertahun-tahun tidak bertemu membuat orangtua kandungnya lupa dengan wajah
Halmayati sekarang. Orangtua kandungnya terkejut campur senang melihat
kedatangan Halmayati. Tujuannya kembali ke orangtua kandungnya adalah ingin
membantu pekerjaan orangtuanya.
Tidak ada perbedaan selama 11 tahun
ditinggal. Orangtuanya masih tetap sehat, hanya umur saja yang bertambah.
Selama tinggal bersama orangtuanya, Halmayati ingin membahagiakan orangtuanya
lagi. Jadi setiap hari ia membantu orangtuanya untuk bertani, mengurus ternak,
dan menoreh pohon karet. Penghasilan yang didapat dari menoreh pohon karet bisa
untuk menghidupi dirinya sendiri, menabung untuk masa depannya, dan membagikan
sedikit penghasilannya ke orangtuanya untuk digunakan.
Kembali melanjutkan pendidikan
Tanpa
terasa telah setahun Halmayati membantu orangtuanya untuk membantu membiayai
hidup keluarga. Halmayati berencana untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang
yang lebih tinggi. Halmayati bingung bagaimana bisa melanjutkan ke perkuliahan
kalau tidak ada biaya. Hasil tabungannya belum cukup untuk membiayai kuliahnya.
Lagipula di desa ini tidak ada Perguruan Tinggi, sehingga ia perlu pergi ke
kota untuk kuliah. Akhirnya, Halmayati memberitahu kedua orangtuanya kalau
ingin melanjutkan pendidikannya. Orangtuanya awalnya melarang agar jangan
meninggalkan mereka di kampung sendiri terus. Namun, Halmayati tetap bersikeras
dengan pendiriannya agar bisa melanjutkan sekolah. Ia mengatakan kalau lulus
nanti bisa mendapatkan pekerjaan, jadi bisa membantu perekonomian keluarganya.
Walaupun tak rela, akhirnya kedua orangtuanya setuju untuk melanjutkan sekolah
anaknya.
Kedua orangtuanya kembali
menghubungi orangtua angkat Halmayati dahulu. Kedua orangtuanya mengatakan
kalau ingin menitipkan lagi anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi. Tapi Halmayati tidak sendirian. Ia dititipkan bersama kakaknya, Nuning
Kuswani, yang berbeda umur 2 tahun dengannya. Keduanya akan melanjutkan
pendidikan bersama di salah satu Perguruan Tinggi karena Nuning ingin
melanjutkan kuliah juga. Orangtua angkat Halmayati sudah setahun lalu pindah,
saat Halmayati kembali ke orangtua kandungnya. Orangtua angkat Halmayati pindah
ke Tenggarong, salah satu kota di Kalimantan Timur. Jaraknya dari Tenggarong ke
Melak sangat jauh. Jaraknya menempuh waktu 10 jam perjalanan.
Kedua orangtua angkatnya setuju untuk membiayai Halmayati
dan Nuning melanjutkan pendidikannya. Perguruan Tinggi Negeri yang dipilihkan
kedua orangtua angkatnya untuk Halmayati dan Nuning adalah Universitas
Unikarta. Tahun 1990 kedua kakak beradik ini masuk di universitas tersebut.
Universitas Unikarta merupakan salah satu universitas terbaik di Tenggarong.
Halmayati mengambil jurusan Adminitrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Unikarta Tenggarong. Ia memilih jurusan ini karena
menurutnya ini jurusan yang menarik.
Bertemu calon suami
Perkuliahan dijalaninya sama seperti
mahasiswa lainnya. Menerima tugas dari dosen yang menurutnya kadang sangat
berat. Tidak masuk di kelas yang tidak disukainya juga merupakan kegiatan
mahasiswa lain yang sering dilakukannya. Mencari pacar tak lepas dari masa
kuliah Halmayati. Ia bertemu sosok laki-laki yang menurutnya menarik saat
berada di semester enam.
Saat semester enam, Nuning mempunyai pacar bernama
Imam. Imam adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan kayu. Imam
mempunyai teman bernama Kandiawan yang juga merupakan karyawan di perusahaan
tersebut. Karena kasihan melihat Halmayati belum menemukan kekasih hatinya,
akhirnya Nuning menjodohkan Halmayati dengan Kandiawan. Kandiawan merupakan
seorang pemuda asli suku Jawa. Ia sedang ditugaskan ke Kalimantan sehingga bisa
sampai di Tenggarong. Mereka berdua akhirnya berkenalan satu sama lain.
Kandiawan yang saat itu juga sedang sendiri tidak menolak saat dikenalkan
dengan wanita secantik Halmayati. Karena tertarik satu sama lain akhirnya
mereka berdua menjadi dekat. Perbedaan umur yang cukup jauh tak menghalangi
mereka. Perbedaan umur keduanya adalah lima tahun. Beberapa bulan mereka jalani
proses pendekatan layaknya pemuda-pemuda lain yang sedang jatuh cinta hingga
akhirnya mereka pun resmi berpacaran.
Mereka menjalani masa-masa pacaran
layaknya pasangan-pasangan lain yang sedang dimabuk cinta. Hari-hari dihabiskan
untuk bersama. Suka duka dilalui bersama. Saat semester tujuh, Halmayati ingin
memperkenalkan Kandiawan kepada kedua orangtuanya. Kandiawan juga tidak
malu-malu saat ingin diperkenalkan dengan keluarga Halmayati. Mereka berdua
berangkat bersama dari Tenggarong ke Melak menggunakan mobil pinjaman dari
perusahaan.
Setelah sampai di rumah orangtuanya,
akhirnya Halmayati memperkenalkan calon suaminya kepada kedua orangtuanya.
Orangtuanya tanpa berpikir panjang langsung setuju asal anaknya bahagia dengan
lelaki pilihan hatinya. Halmayati senang karena sudah diijinkan oleh kedua
orangtuanya. Kedua orangtuanya juga menyarankan agar segera menikah sebelum
mereka meninggal mengingat umur mereka yang semakin tua. Halmayati menyanggupi
permintaan kedua orangtuanya. Di keluarganya hanya Halmayati dan Nuning saja
yang belum menikah, sisanya sudah menikah semua bahkan sudah ada yang memiliki
anak.
Halmayati berbicara serius kepada
Kandiawan kapan bisa menikahinya. Kandiawan mengatakan agar Halmayati
menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu baru dipersiapkan untuk pernikahan.
Karena janji itu Halmayati menjalani semerter 8 dengan giat. Ia tidak sabar
untuk menikah dan memenuhi permintaan kedua orangtuanya. Akhirnya, skripsi
telah selesai dilalui dan Halmayati telah dinyatakan lulus sarjana strata satu
Administrasi Negara dengan gelar doktoranda. Setelah lulus, Halmayati
mengabarkan Kandiawan bahwa dirinya telah lulus. Halmayati mengajak Kandiawan
untuk menikah sebelum wisuda. Karena permintaan kekasih hatinya akhirnya
Kandiawan menyanggupinya. Mereka merundingkan kapan tanggal dan di mana tempat
mereka akan menikah. Tanggal pernikanan dan letak resepsi pernikahannya belum
bisa ditetapkan karena Kandiawan masih harus bekerja beberapa hari kedepan.
Kandiawan meminta ijin cuti dari
kantornya untuk mengadakan pemberkatan nikah selama dua minggu. Perusahaan
tempat Kandiawan bekerja memberi ijin cuti tetapi hanya 10 hari karena
Kandiawan harus pindah lagi dari Tenggarong ke Pontianak. Ini dilakukan karena
memang pekerjaan Kandiawan yang mengharuskannya berpindah-pindah. Kandiawan
mengatakan ke Halmayati kalau sehabis menikah ingin pindah ke Pontianak karena
urusan pekerjaan. Karena tidak ingin orangtuanya kecewa, akhirnya kedua calon
mempelai ini berpikir dalam waktu dekat akan mengadakan pemberkatan pernikahan.
Keduanya dilema dengan waktu yang sangat singkat. Halmayati harus wisuda,
sedangkan Kandiawan harus dikejar waktu karena waktu cuti yang sedikit. Setelah
berbicara bersama menyatukan pikiran, mereka sudah mantap menetapkan hari
bahagia tersebut.
Hari bahagia
Setelah kurang lebih satu tahun
menjalani masa pacaran dan berpikir bersama untuk tanggal pemberkatan
pernikahan, hari yang ditunggu akhirnya datang juga. pada tanggal 14 Oktober
1995, Halmayati dan Kandiawan resmi mengadakan pemberkatan pernikahan di sebuah
gereja di Melak. Sebuah pemberkatan nikah yang sederhana. Gereja Kemah Injil
Indonesia Melak menjadi tempat pilihan mereka untuk meresmikan hubungan mereka
menjadi pasangan suami istri. Tempat ini dipilih karena ini adalah tempat
beribadah Halmayati saat kecil. Dia menganggap gereja ini adalah salah satu
yang membesarkannya dan tempat ia bertumbuh.
Pemberkatan pernikahan yang sederhana ini dihadiri
semua keluarga besar dari Halmayati termasuk kedua orangtua kandung dan
angkatnya. Keluarga dari mempelai pria tidak bisa menghadiri pemberkatan
pernikahan ini karena seluruh keluarga mempelai pria berada di Jawa Tengah.
Sebelum itu mempelai pria sudah memberitahu keluarganya tentang kabar bahwa
dirinya ingin menikah di Kalimantan Timur. Ia juga sudah memberitahu tentang
hari pemberkatan pernikahan ini serta calon mempelai wanitanya. Keluarga dari
Kandiawan setuju dengan wanita pilihannya, sehingga langsung diijinkan untuk
menikah. Walaupun hanya dihadiri keluarga dari pihak mempelai wanita,
pemberkatan pernikahan berlangsung dengan lancar. Akhirnya, Halmayati dan
Kandiawan resmi menjadi pasangan suami istri. Wajah keduanya tampak sangat bahagia
sesaat setelah pemberkatan pernikahan.
Setelah pemberkatan pernikahan, keesokan harinya
mereka langsung mengadakan resepsi pernikahan. Resepsi pernikahan diadakan di
tempat yang sama yaitu di Gereja Kemah Injil Indonesia. Resepsi dihadiri
seluruh keluarga dekat, kerabat, teman-teman, serta warga sekitar. Resepsi
pernikahan berlangsung dengan lancar.
Setelah dua hari mengadakan pemberkatan dan resepsi
pernikahan masih ada tugas lagi yang harus dikerjakan sebelum mereka siap
tinggal serumah. Halmayati harus wisuda terlebih dahulu agar resmi menjadi
sarjana strata satu dan gelar Doktoranda bisa dipakai. Tanggal 17 Oktober Halmayati
berangkat kembali ke Tenggarong bersama orangtua angkatnya. Kemudian, keesokan
harinya pada tanggal 18 Oktober 1995 Halmayati akhirnya di wisuda ditemani oleh
kedua orangtua angkatnya serta suaminya.
Setelah di wisuda Halmayati harus mengikuti suaminya ke
tempat kerja yang berada di Pontianak. Sebelum berangkat Halmayati pamit dahulu
ke orangtua kandung dan angkatnya mengucapkan terima kasih karena sudah
mengurusnya sejak kecil. Halmayati masih bingung memikirkan tempat tinggal di
Pontianak. Suaminya menjanjikan akan ada rumah disana diberikan oleh kantor
sehingga tidak perlu repot-repot memikirkan tempat tinggal. Halmayati mendengar
kabar tersebut kelihatan sangat bahagia.
Pada tanggal 20 Oktober 1995 mereka bersama-sama
berangkat ke Pontianak, Kalimantan Barat. Mereka berdua sama-sama baru pertama
kali menginjakkan kaki di kota Pontianak ini. Untungnya kantor suaminya
memberikan mobil jemputan saat di Pontianak dan mengantarkan mereka berdua
sampai ke rumah yang telah diberikan oleh pihak kantor. Rumah tersebut juga
diberikan lengkap beserta perabotannya. Mereka berdua sangat bahagia karena
mendapatkan keberuntungan.
Namun terkadang Halmayati harus merasakan sedih,
karena sering ditinggal sendirian di rumah saat suaminya bekerja. Memang
Halmayati belum terbiasa saat ditinggal sendirian. Kemudian, ia juga belum
mengetahui adat orang asli Pontianak.
Mengandung anak pertama
sudah
hampir tiga bulan Halmayati tinggal bersama suaminya. Halmayati jadi sudah terbiasa
saat ditinggal Suaminya bekerja dan ia juga sudah mempunyai tetangga yang biasa
diajak mengobrol saat sedang sendiri. Tiba-tiba pada suatu hari Halmayati
merasakan mual-mual dan ingin muntah. Halmayati mengabarkan itu ke suaminya
kalau dirinya sedang tidak enak badan dan mual-mual. Suaminya yang saat itu
sedang bekerja langsung meminta ijin ke kantornya untuk mengurus istrinya yang
sedang sakit. Kantornya pun mengijinkannya untuk pulang. Kandiawan bergegas
pulang kembali ke rumah. Istrinya langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk
diperiksa apa penyakit yang sedang diderita istrinya.
Setelah diperiksa oleh dokter di
salah satu rumah sakit yang berada di Pontianak tersebut ternyata membawa kabar
bahagia. Halmayati sekarang sedang mengandung anak pertamanya. Usia janinnya
sudah menginjak 1 minggu. Mendengar kabar bahagia itu mereka terlihat bahagia
karena akan mempunyai anak. Halmayati tidak akan merasa sendiri lagi karena
akan ditemani anaknya ketika lahir nanti. Walaupun begitu, ia harus berjuang
mengurusi bayi yang akan lahir ini. Pasangan suami istri ini membeli berbagai
keperluan yang dibutuhkan untuk seorang ibu yang hamil menjaga kondisi bayi
yang ada diperutnya agar tetap sehat.
Ternyata kembali Kandiawan harus
pindah lagi karena pekerjaannya. Saat usia kandungan yang sudah menginjak tiga
bulan Halmayati harus ikut suaminya ke Samarinda. Di Samarinda Kandiawan
diberikan sebuah rumah lagi karena kantor tempatnya bekerja mengetahui kalau ia
mempunyai istri yang sedang hamil. Mendengar kabar tersebut Kandiawan sangat
senang telah mendapatkan banyak bantuan dari kantornya. Akhirnya mereka berdua
berangkat ke Samarinda menggunakan pesawat dalam kondisi istrinya yang sedang
hamil. Perjalanan ini lumayan panjang karena mereka harus ke Balikpapan dahulu.
Tidak ada pesawat yang langsung mengantarkan mereka dari Pontianak ke
Samarinda. Setelah sampai di Balikpapan, mereka harus menggunakan perjalanan
darat ke Samarinda. Untungnya Halmayati kuat sepanjang perjalanan sehingga
tidak minta yang aneh-aneh dan merepotkan.
Setelah sampai di Samarinda mereka
akhirnya bisa kembali beristirahat. Keeseokan harinya sama seperti biasa
suaminya sering meninggalkan Halmayati karena tugas dari kantor. Kali ini
Halmayati bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan karena dia sudah mengetahui
tempat ini dan cepat mengenal orang di sekitarnya.
Lahirnya anak pertama
Pada tanggal 24 Juni 1996 saat
sedang memasak untuk makan malam suaminya sekitar pukul 19.00 WITA pagi,
tiba-tiba Halmayati merasakan sakit di perutnya. Ia merasakan ada kontraksi di
perutnya yang artinya ia akan segera melahirkan. Ia pun memberitahu suaminya
dan mengatakan kalau perutnya sangat sakit. Suaminya agak sedikit panik melihat
keadaan istrinya yang memegang perutnya. Akhirnya, dengan mobil kantor ia dan
istrinya pergi ke rumah sakit bersalin terdekat. Rumah sakit bersalin ini terletak
di Kecamatan Loa Janan, Samarinda. Istrinya dibawa oleh para perawat ke ruangan
ICU dan akan menjalani proses kelahiran. Dengan cemas suaminya menunggu di
ruang tunggu menanti kabar dari dokter.
Setelah beberapa jam menunggu, waktu
menunjukkan pukul 00.15 WITA dokter keluar dan memperbolehkan suaminya masuk
karena bayi sudah lahir. Bayi lahir tepat pada pukul 23.45 WITA. Bayi dan
Ibunya yaitu Halmayati, keduanya terlihat sehat setelah menjalani proses
kelahiran yang bisa dibilang lama ini. Bayi yang baru lahir ini menangis keras.
Bayi dilahirkan secara normal dan berjenis kelamin laki-laki. Berat bayi
laki-laki tersebut saat lahir adalah 4,2 Kilogram dengan panjang 52 sentimeter.
Tugas mereka adalah memberikan nama bagi bayi itu. Mereka memberikan nama
Stefan Loranthifolia untuk bayi itu. Nama itu diberikan oleh sang ayah yang
telah memikirkan nama itu saat sedang bekerja. Stefan artinya yang dimahkotakan
dan Loranthifolia yang diambil dari bahasa latin salah satu jenis kayu yang
kuat, indah, dan mahal harganya karena sangat langka. Mereka memberikan nama
tersebut agar bila nanti besar bisa menjadi orang yang kuat, selalu bisa
diandalkan orang lain, hatinya baik, dan sukses diantara orang-orang. Setelah
beberapa hari di rawat di rumah sakit, akhirnya mereka pulang ke rumah karena
kondisi Halmayati sudah segar kembali.
Kelahiran bayi ini membuat warna
baru bagi keluarga ini. Selama 9 bulan mengandung akhirnya bayi ini lahir
dengan selamat. Mereka berdua pun membeli keperluan-keperluan yang dibutuhkan
untuk seorang bayi, seperti baju bayi, susu, dan mainan. Saat di rumah,
Halmayati kini punya kesibukan baru. Ia merasa tak kesepian lagi saat ditinggal
suaminya bekerja. Namun, beberapa hari kemudian suaminya memberi kabar lagi
kalau mereka harus pindah ke Pontianak lagi, karena urusan pekerjaan. Halmayati
hanya bisa mengiyakan saat harus terus berpindah-pindah. Suaminya berkata kalau
ini merupakan pindah yang terakhir karena pihak kantor sudah menetapkan jabatan
tetap disana. Halmayati merasa lega karena sudah tidak perlu lelah
berpindah-pindah.
Merekapun berpindah lagi menuju
Pontianak. Rumah lamanya yang sempat diberikan oleh pihak perusahaan tidak mau
digunakan kembali karena suaminya sudah membelikan sebuah rumah yang bisa
digunakan sebagai tempat tinggal istrinya dan anaknya.
Anak tunggal
Semakin
lama Stefan mulai semakin tumbuh besar. Halmayati selalu memberikan makanan
terbaik untuk anaknya. Stefan kini sudah mulai bisa berjalan dan berbicara.
Halmayati adalah seorang yang sangat disiplin. Begitu juga ia turunkan kepada
anaknya. Ia tidak mau melihat anaknya tidak disiplin, jadi ia mulai menumbuhkan
sikap disiplin sejak kecil.
Saat anaknya sudah mulai sekolah ia
juga tetap mengajarkan untuk disiplin. Ia jarang memanjakan anaknya. Anaknya
dibiasakan untuk bangun pagi-pagi. Kadang bila anaknya tak mau mendengarkan ia
harus menggunakan sedikit kekerasan. Sikap disiplin ini ia tanamkan agar nanti
kelak anaknya bisa menjadi anak yang bisa diatur dan bisa ditempatkan di mana
saja. kedisiplinan yang diterapkan untuk anaknya ini, seperti makan yang harus
teratur, waktu bermain dan menonton televisi yang dibatasi, dan waktu belajar
yang teratur.
Karena ia tak ingin seperti ayahnya
dulu yang tak pernah mengenyam pendidikan, anaknya diberikan pendidikan sejak
dini di mulai dari Taman Kanak-Kanak. Sejak kecil karena kedisiplinan ini
anaknya mendapatkan prestasi yang memuaskan. Sejak Taman Kanak-Kanan anaknya
selalu mendapatkan juara kelas. Kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar prestasi
anaknya tidak pernah menurun. Ajaran disiplin yang diterapkan sangat berguna
untuk anaknya. Walaupun sedikit menggunakan kekerasan, ajaran ini bisa membuat
anaknya bangga dengan prestasinya sendiri. Semakin hari Stefan bertumbuh
menjadi anak yang paling disayang oleh orangtuanya karena sekarang Stefan
adalah seorang anak tunggal. Halmayati tidak mau menambah momongan lagi untuk
keluarganya karena sudah terlalu tua
Membuka usaha
Pada tahun 2012, Halmayati mencoba
membuka lahan bisnis berupa menjual barang secara online. Ia menjual berbagai macam pakaian wanita hingga sepatu. Ia
mendapatkan modal dari hasil menabung dari gaji suaminya. Tak disangka ia
lumayan mendapatkan keuntungan yang lumayan dari berjualan secara online ini. Dari hasil penjualannya ini
ia ingin membantu orangtuanya di kampung yang semakin lama semakin tua dan
sudah tidak mampu bekerja lagi.
Setelah dirasa keuntungannya cukup,
ia mulai membangun sebuah ruko di tempat ia lahir, yaitu Melak. Ia membuka ruko
di sebidang tanah yang telah diberikan oleh ayahnya. Ia tak mau menyia-nyiakan
pemberian ayahnya. Ia ingin dari sebidang tanah ini bisa membantu orangtuanya
di rumah, karena orangtuanya sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja. Ia membuka
ruko yang menjual berbagai macam sembako dan pakaian wanita. Ia membuka bisnis
ini karena ia tidak mau terlalu bergantung pada gaji suaminya. Ia ingin
berusaha mendapatkan penghasilan sendiri agar bisa membantu keuangan suami dan
anaknya serta orangtuanya yang berada di kampung halaman.
Sampai sekarang di umurnya yang
telah menginjak 44 tahun ia masih bertahan dengan bisnis sembako dan menjual
berbagai macam pakaian wanita. Anaknya sudah bisa dikuliahkan di salah satu
universitas di Tangerang. Suaminya sampai sekarang masih bertahan di perusahaan
tersebut, namun sekarang sudah berada di kantor pusat yang berada di Jakarta,
tapi tetap saja pekerjaannya membuatnya selalu berpindah-pindah. sekarang
Halmayati sudah tidak pernah mengikuti suaminya lagi. Ia juga sekarang suka
berpindah-pindah tempat karena terkadang harus melihat kondisi tokonya, melihat
kondisi anaknya di Tangerang, melihat kondisi rumahnya di Pontianak, dan
kadang ke Jakarta untuk bertemu
suaminya.